Senin, 30 Juli 2012

PEMILIHAN KEPALA DESA KABURU MEMAKAN KORBAN

        Ketentuan yang telah digariskanoleh Allah swt masih banyak sebagian Makhluk manusia yang belum mampu untuk menerimanya,kenyataan pahit serta tidak tercapainya impian yang diharapkan kadang kala manusia cenderung untuk menghalalkan segala macam cara.Tidak terkecuali,mulai dari pejabat tinggi sampai kepada Masyarakat biasa(Rakyat Jelata).
        Pemilihan Kepala Desa Kaburu yang dilaksanakan pada tanggal 26 Juni 2012 yang lalu adalah merupakan cerminan dari ketidakmampuan manusia secara induvidumaupun secara Lembaga untuk menerima Demokrasi yang sehat.Ketidakpuasan serta kekecewaan akibat kekalahan di Pemilihan Kepala Desa Kaburu Kecamatan Bontomanai Kab.Kepulauan Selayar telah memberikan dampak sosial yang begitu parah karena adanya korban-korban politik.
        Baso(nama samaran) misalnya menjadi salah satu korban poltik yang harus rela rumahnya dibongkar rumahnya hanya karena pilihan yang berbeda.Demikian juga dengan saudara RD(nama samaran) yang juga harus rela kehilangan pekerjaannya selama ini di sebuah Instansi Pemerintahan yang suah beberapa tahun digelutinya.dan masih ada beberapa nama yang belum sempat kami sebutkan satu per satu.
        Peran Pemerintah yang diharapkan selama ini untuk memediasi problematika yang terjadi di Masyarakat di ke-3 Dusun di Desa Kaburu ini seakan sirna ditelan oleh dahsyatnya gelombang Pemilihan Kepala Desa Kaburu oleh karena tidak tercapainya kepentingan- kepentingan sesaat pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut.
        Akankah masih ada korban berikutnya lagi.....???????
Ketika kita melihat fenomena yang terjadi di Masyarakat Desa Kaburu yang masih menyimpan sejuta tanya tentang nasib mereka yang akan datang karena adanya Masyarakat yang tidak mengerti akan Demokrasi,kebisuan,pandangan sinis, serta ketidakakraban diantara Masyarakat telah menjadi firus Demokrasi yang tidak sehat yang telah menghantui jiwa-jiwa Masyarakat karena adanya pihak yang tidak menerima apa yang terjadi dilapangan.
         Semoga saja dengan datangnya bulan Ramadhan ini,Masyarakat bisa melahirkan kembali fikiran -fikiran yang rasional yang berguna bagi kita semua dan akan membangun kembali persaudaraan yang sempat sekarat diterpa kedahsyatan Gelombang Demokrasi.
  
       
  

Sabtu, 07 Juli 2012


A...... yang bertugas di Guantanamo bahwa para mujahidin yang mereka tahan adalah manusia paling jahat di muka bumi. Sebab, mereka bekerja di bawah kepemimpinan Usamah bin Ladin. "Mereka akan membunuhmu saat pertama kali engkau bertemu mereka, "kata para komandan.

Tugas para tentara penjaga adalah mengawasi dan menyiksa mereka dengan sadis. Hold Brooks justru memperlakukan mujahidin dengan baik dan sebisa mungkin meringankan siksaan terhadap mereka. Para tawanan sampai menjulukinya ‘penjaga yang lembut'. Para penjaga lain justru menuduhnya ‘sang pengkhianat'.

Hal yang paling mengesankan Hold Brooks dari para tawanan adalah senyum ceria di wajah mereka dan ucapan "al-hamdulillah", segala puji bagi Allah saat malam telah tiba.

Hold Brooks adalah seorang ateis. Bersama para penjaga lainnya, ia mengisi waktu luang dengan botol-botol minuman keras dan seks bebas. Pada suatu malam, ia ingin mengobrol dengan tawanan. Ia pergi ke sel tawanan no. 509, seorang muslim Maroko bernama Ahmad Rasyidi. Setelah berbincang-bincang dengannya, Brooks mengalami pencerahan.

Itu kali pertama ia mengenal Islam yang sebenarnya. Bukan Islam yang digambarkan secara buruk oleh media massa AS yang berada dalam kendali kekuatan Yahudi. Sejak itu, tiap malam ia datang ke sel Ahmad Rasyidi untuk belajar Islam. Botol minuman keras, seks bebas, dan kawan-kawan begadangnya ia tinggalkan.

Brooks mulai membeli buku-buku tentang Islam dan membacanya dengan tekun. Sampai akhirnya pada suatu hari, Brooks membawa selembar kertas dan sebuah pena. Disodorkannya ke dalam sel Ahmad Rasyidi melalui celah-celah besi. Ia meminta Rasyidi menuliskan lafal dua kalimat syahadat berbahasa Arab, dalam huruf latin.

Hari itu, dengan suara keras ia mengucapkan dua kalimat syahadat. Namanya diubah menjadi Musthafa Abdullah. Kehidupannya yang semula diisi musik, disko, tato, dan seks bebas telah ditinggalkannya. Ia mulai rajin mengerjakan shalat, dzikir, dan membaca Al-Qur'an. Pada tahun 2005, ia berhenti dari dinas militer. Ia lalu bekerja di Tempa Islamic Centre.

Meski hari-harinya telah diisi dengan kegiatan keislaman, bayang-bayang penyiksaan sadis di Guantanamo tetap tergambar jelas dalam benaknya. Begitulah kekuatan Islam, orang-orang yang memusuhinya berbalik menjadi pembelanya saat mereka telah mengenal keindahannya.

(muhib almajdi/arrahmah.com)